AEC (MEA) dan AFTA, untung atau rugi?

   Pada pertengahan 2015 yang lalu, mungkin sering muncul iklan layanan masyarakat di saluaran televisi mengenai MEA. Apa itu MEA? MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi sesuai visi ASEAN 2020. Sebenarnya MEA adalah istilah yang dibuat pemerintah Indonesia untuk mempermudah istilah aslinya, yakni ASEAN Economy Community (AEC).


   Kebijakan MEA ini telah disepakati oleh Indonesia dan kesembilan negara ASEAN lain. Karakter utama dari MEA ini adalah akan diwujudkannya pasar dan basis produksi tunggal, mewujudakn kawasan ekonomi yang kompetitif, wilayah pembangunan ekonomi yang merata, dan daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global. MEA akan membuka arus perdagangan barang ,jasa, investasi, modal, bahkan tenaga kerja bagi negara-negara ASEAN.

   Selain menghadapi MEA, para pelaku ekonomi dan bangsa rakyat Indonesia juga menghadapi AFTA. AFTA atau ASEAN Free Trade Area. AFTA menginginkan wiayah ASEAN akan menjadi pasar bebas bagi negara-negara anggotanya. Bea masuk suatu barang akan dipangkas hingga hanya menjadi dibawah 5% atau bahkan 0%. Tujuannya, agar ASEAN memiliki daya saing yang dapat diperhitungkan di dunia atu mungkin akan menjadi basis produksi di dunia.
   Ya, apapun itu keputusan yang diambil para pemimpin kita, kita harus melakukannya. Namun, sebelum itu, apakah Indonesia mampu mengahadapi MEA dan AFTA?

   Ada bebarapa hal yang perlu diperhatikan sebelum kita memasuki MEA dan AFTA.
   
   Sebagai negara terbesar (dalam arti yang sesungguhnya) di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan pasar terbesar untuk MEA dan AFTA. Bagaimana tidak, dengan jumlah penduduk yang luar biasa banyak, disertai dengan kebiasaan masyarakat ekonomi menengah-atas yang sangat konsumtif tentu hal ini menjadi keuntungan produsen untuk "menjajakan" barangnya di Indonesia.

   Belum lagi dengan minimnya rasa memiliki produk Indonesia. Bukan rahasia lagi, bahwa Rakyat Indonesia lebih bangga menggunakan produk import daripada produk yang "made in Indonesia". Hal ini tentu akan mempersulit produsen dalam negeri untuk bersaing dengan lawan-lawannya.

   Selanjutnya, dengan adanya MEA dan AFTA peluang pekerjaan memang akan semakin lebar. sekitar 600 juta rakyat Asia Tenggara. Kita bisa mendaftar untuk menjadi akuntan, dokter, pengacara, atau apapun itu di negara ASEAN lain. Namun juga, kita bisa kemasukan orang-orang itu tadi. Walaupun demikian salah satu trik yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yaitu dengan memperketat persyaratan bagi tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.

   Salah satu caranya adalah dengan memberi persyaratan agar mereka harus bisa berbahasa Indonesia dan memiliki sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri. Tentu, dengan adanya kebijakan ini, tenaga kerja kita ynag sebenarnya banyak yang lebih baik tidak akan kalah dengan tenaga "import" tadi.

   Lalu, dengan adanya MEA dan AFTA tentu kita dituntut untuk mempersiapkan barang dan jasa yang mampu bersaing dengan negara ASEAN yang lain. Bagaimana caranya?

   Pertama, kembangkan UMKM, walauapun mikro namun jika seluruh UMKM di Indonesia bisa maju tentu akan sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

   Kedua, tingkatkan kemampuan SDM, Harus kita akui, mayoritas SDM di Indonesia masih berpendidikan menengah-bawah. Hal ini tentu akan sangat menyulitkan kita untuk bersaing dengan negara ASEAN yang lain.

   Ketiga, majukan koperasi. Koperasi adalah suatu hal yang sangat dekat dengan rakyat dan ini bisa memajukan perekonomian Indonesia

   Ada banyak hal lain yang dapat dilakukan Indonesia dalam menghadapi MEA dan AFTA. Tidak perlu pesimis. Kita yakin, kita bangsa besar, dan kita akan kembali menjadi Macan Asia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar