Tradisi Islam

Hai sobat, setelah pos-pos tentang Hindu-Budha, sudah saatnya kita masuk ke Sejarah Islam di Indonesia. Setelah barabad-abad nusantara menganut kepercayaan animisme-dinamisme lalu menganut Hindu-Budha sekarang Indonesia menjadi bangsa yang mayoritas penduduknya Muslim.
Penyebaran Islam di Nusantara tidaklah sama dengan penyebaran islam di timur-tengah dan eropa yang menggunakan pedang. Karena kultur masyarakat kita yang ramah dengan pendatang, para penyebar islam di Nusantara menggunakan pendekatan kultural dan dagang.

Kenapa harus pendekatan kultural? Kenapa tidak langsung saja merubah kultur masyarakat nusantara menjadi kultur islami? Seperti yang udah disampaikan di awal, sebelum islam hadir di nusantara, masyarakat nusantara sudah menganut kepercayaan dan memiliki adat atau kebiasaan sendiri. Baik dari animisme-dinamisme maupun hindu-budha. Jadi, para penyebar islam tidak langsung merubah kebiasaan yang ada tetapi merubah sedikit demi sedikit kebiasaan nusantara menjadi lebih islami.
Bingung? Baik berikut akan dicontohkan beberapa tradisi islami yang ada di daerah penulis, Kebumen, Jawa Tengah.

Pertama, peringatan 3, 7, 40, 100, dan 1000 hari kematian. Peringatan ini digelar untuk memperingati 3, 7, 40, 100, dan 1000 hari setelah kematian kerabat. Kegiatan ini digelar dengan mengundang kerabat-kerabat si jenazah lalu mendoakan bersama-sama. Di tempat penulis, biasanya kegiatan ini digelar malam hari, setelah maghrib atau isya.
Perlu diketahui, konon peringatan ini adalah kebiasaan hindu-budha yang sudah ada sebelum islam datang. Dengan kebijaksanaan para ulama penyebar islam di jawa seperti Walisongo, mereka tidak langsung melarang kegiatan ini. Namun, mengubah bacaan-bacaan didalamnya yang awalnya doa-doa hindu budha menjadi ayat-ayat Alquran

Kedua, Yasinan adalah kegiatan membaca Q.S. Ya Siin secara bersama-sama atau berjamaah. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap malam jumat dengan rumah jamaahnya sebagai tempat pelaksanaan dengan bergilir. Di daerah penulis, hampir tiap desa memiliki jamaah yasin sendiri. Kegiatan yang diikuti oleh orang dewasa dengan tempat pria dan wanita terpisah ini bertujuan untuk mendoakan shahibul bait/hajat atau si empunya rumah.
Selain diadakan rutin, kegiatan yasinan juga bisa digelar secara insidentil. Maksudnya, misal ada orang yang punya hajat seperti menikah, melahirkan, khitan, ataupun meninggal jamah yasin bisa diundang ke rumah walaupun bukan malam jumat.

Ketiga, Berjanjen adalah istilah yang orang daerah penulis gunakan untuk kegiatan pembacaan kitab Al-Barzanjy maupun Maulid Simtud Duror bersama-sama. Kegiatan ini digelar untuk mengambil suri tauladan Nabi Muhammad SAW. Digelar pada malam maulid nabi maupun tiap malam jumat atau ahad. Jika yasinan diikuti oleh orang dewasa, berjanjen lebih sering diikuti oleh anak-anak atau remaja. Jadi, setiap malam jumat di keluarga penulis, Bapak pergi Yasinan dan anaknya pergi berjanjen.
Konon, berjanjen berawal dari kebiasaan kawula muda jawa yang sering berkumpul lalu nembang atau bernyanyi. Melihat kebiasaan ini para ulama mengubah tembang-tembang jawa itu menjadi tembang-tembang jawa bernafaskan islami maupun syair-syair dari kitab Albarzanjy ataupun maulid simtud duror

Masih ada banyak tradisi islam yang ada di daerah penulis. Namun, tiga diataslah yang paling sering diadakan karena bisa/biasa dilakukan tiap minggu. Sampai jumpa di pos selanjutnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar