Lampu Kuning 2 Bulan


"Shadaqallahul adzim...." Ucap kami serempak ketika Pak Huda, ketua RT kami mengkhatamkan Alquran. Hari ini aku dan warga kampungku, seperti Ramadhan sebelumnya mengadakan tadarus Alquran di Musholla. Kebetulan hari ini adalah tadarus terakhir dan khatam terakhir pada Ramadhan tahun ini, karena 2 hari lagi lebaran.

"Silahkan dimakan" Pak RT mempersilahkan kami memakan hidangan yang sudah disediakan. Jarum jam sudah menunjukan pukul 01.00 WIB, karena aku takut kesiangan bangun sahur untuk hari terakhir puasa aku pun pamit pulang lebih dahulu.

~~~

"Assalamualaikum..." Ku beri salam ketika membuka pintu, tak ada jawaban, keluargaku sudah tidu semua kecuali adikku yang ke dua karena ia ikut tadarus bersamaku.

"Dek, Mas tidur duluan ya.." kataku pada adikku. Aku langsung menuju kamarku. Berukuran panjang bendera pusaka dengan lebar yang sama, cat putih dengan lampu bohlam kuning.


 "Mmm... kayaknya kalo main laptop dulu, seru nih.." Pikiran yang tak bermanfaat memasuki pikiranku, aku segera mengambil laptop, kuletakan di atas kasur dan mulai memainkan Pro Evolution Soccer (PES) permainan sepak bola favoritku. Aku bermain latop sampai sekitar pukul 02.30

Aku terbangun dan baru sadar kalau aku ketiduran ketika ibu membangunkanku. Aku segera ambil wudhu dan langsung menuju ruang makan untuk sahur bersama keluarga.

~~~

"Bu, kok aku agak pusing ya..." keluhku pada ibuku sekitar pukul 12.00. Saat itu ibu sedang menyiapkan opor untuk dimakan saat lebaran.

"Oh iya bener, kamu panas. Mau batal puasa apa?" Ibu memegang keningku. Aku menggeleng karena tak mau batal di puasa hari terakhir. Akhirnya, ibu memerintahku untuk tidur di kamar untuk menunggu adzan maghrib.

~~~

"Allahu akbar, Allahu akbar..." Adzan maghrib berkumandang. Aku hanya bisa makan sambil terduduk di atas ranjang kamarku.

"Mas, berarti nggak ikut pawai obor?" Tanya adikku padaku.

"Iya Dek, nanti minta izin ya ke Mas Esa, Mas Khifni nggak bisa bantu" Esa adalah ketua remaja islam di kampungku, kebetulan aku juga panitia pawai obor yang rutin diadakan setiap malam idul fitri.

"Iya Mas.." jawab adikku, lalu ia pamit untuk pergi pawai obor.

~~~

"Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illallah, Huwallahu akbar, Allahu akbar Walillahil Hamd." Suara takbir saling bersautan. Namun, kondisiku justru memarah, aku sekarang dilanda panas yang sangat, bahkan kata ibuku aku sering mengigau. Aku pun otomatis tak bisa ikut Shalat Ied di Masjid.

~~~

"Khif, diantar ke rumah sakit aja ya?" tanya ibuku padaku. Hari itu adalah H+1 Lebaran, atau hari ketiga aku sakit. Aku mengiyakan. Sore harinya aku diantar ke RSUD Kebumen, berjarak sekitar 2 km dari rumahku. 

Ketika di cek dokter aku mengalami gejala hepatitis, atau orang jawa biasa menyebut kuning. Aku harus banyak minum gula dan istirahat total, karena selama puasa ini aktifitasku luar biasa banyak dan tidak memerhatikan istirahat.


Pada malam hari, ada sekelompok remaja yang aku kenal suaranya. Ya, ternyata mereka saudara-saudaraku yang jadi panitia silaturahmi Bani Ahmad, keluarga besarku. Masya Allah, aku juga telah meninggalkan tugasku menjadi panitia kegiatan tahunan keluarga besarku ini.

"Khif, ini dari kami, cepat sembuh ya..." Ucap Mas Fikri. Ia adalah sepupuku.

~~~

"Awas naiknya hati-hati" kata bapakku mengingatkan. Alhamdulillah, setelah hampir 2 minggu ditemani infus, jarum suntik, dan obat aku akhirnya bisa pulang juga. Jujur saja, aku menyesal selama Ramadhan ini tidak memerhatikan istirahatku. Hampir 2 bulan, aku tidak ke sekolah. Sakit kuning ini memang menjadi lampu kuningku. Lain kali aku harus lebih memerhatikan kondisi fisikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar